• HOME




  • Buku Tamu -- Guestbook

    Silakan isi Buku Tamu Saya. Terima kasih banyak.
  • Lihat Buku Tamu


  • Daftar Isi

  • Didi Tarsidi, "Sekarang Jauh Lebih Baik"
  • Wacih Kurnaesih Menulis dengan Rasa
  • Pasangan Suami Istri Buta - Jatuh Cinta di Pandangan Pertama
  • Didi Tarsidi: Harus Menunggu ”Orang Normal” Terurus Dulu?
  • Blind is only a Character
  • Didi Tarsidi: Menjadi Tuna Netra Bukan Halangan
  • Wacih, a world-class braille writer
  • Wacih Kurnaesih Tarsidi: Dalam Kegelapan Rasakan Indahnya Hidup
  • DIDI TARSIDI, SEMANGAT JUANG DAN KEARIFAN TUNANETRA
  • Wacih Kurnaesih Tarsidi: Meraih Sukses dengan Braille




  • Jumat, 14 Maret 2008

    Blind is only a Character

    Oleh Aulia Ardiansyah,
  • blogspot.com


  • Blind is only a character. Sama seperti karakter lain yang ada pada diri kita. Ada orang yang tercipta pendek dan ada juga yang tinggi. Begitulah sepetik
    kalimat yang saya dengarkan sembari tetap menjaga waktu di sebuah seminar yang diadakan oleh lab saya. Kalimat yang dilontarkan oleh seorang pemakalah
    yang kebetulan seoarang tuna netra. Beliau mengoperasikan sendiri sebuah laptop dibantu dengan sebuah software. Pak Didi Tarsidi namanya, seorang dosen
    UPI. Menurut beliau juga dunia IT tidak pernah mendiskriminasi.

    Sering kali kita terpaku dalam kekurangan yang kita miliki. Jikalau kekurangan tersebut kita sikapi dengan proses perbaikan diri, rasanya malah lebih baik.
    Tetapi jika kita menggunakan kekurangan kita sebagai tameng untuk enggan melakukan sesuatu, itulah yang menjadi masalah. Bisa saja Pak Didi menggunakan
    ketunanetraannya sebagai alat untuk mencari belas kasihan orang lain. Tetapi beliau memilih untuk berjuang bahkan pernah keliling keluar negeri. Sungguh
    semangat yang luar biasa.

    Don't judge a book by its cover. Kita sering memandang dunia dengan mata fisik. Padahal banyak sekali makna yang terkandung di balik apa-apa yang kita
    lihat. Sudah banyak saya kira perihal yang menyangkut hal ini. Kembali lagi ke pernyataan Pak Didi bahwa dunia IT tidak pernah mendiskriminasi. Kita tidak
    tahu orang seperti apa yang sedang berbalas e-mail dengan kita, kita tidak tahu apakah orang yang sedang di depan komputer seberang mempunyai kepala (ini
    juga satu lelucon yang disampaikan Pak Didi). Kita hanya tahu pikiran-pikiran lewat tulisan yang digoreskan oleh lawan bicara kita di dunia seberang.

    Rasanya malu, seorang manusia seperti Pak Didi mempunyai semangat yang begitu besar padahal mempunyai kekurangan pada hal fisik. Menjadi renungan saya
    juga, seharusnya saya juga bisa bersemangat seperti beliau.

    Label:

    0 Komentar:

    Posting Komentar

    Berlangganan Posting Komentar [Atom]

    << Beranda